[ad_1]
Tanpa buah, tanaman pisang hampir tidak ada gunanya bagi petani pada umumnya. Malah, pohon itu kerap mengganggu dan harus dicabut. Namun apakah batang-batang pohon pisang yang dibuang bisa hidup lagi?
Bisa, menurut satu startup di Uganda, TEXFAD. Perusahaan itu membeli batang pisang lalu mengubah serat-seratnya menjadi kerajinan tangan yang dapat terurai secara hayati.
Ini adalah ide segar di negara Afrika Timur itu, yang disebut republik pisang sejati. Uganda memiliki tingkat konsumsi pisang tertinggi di dunia dan penghasil pisang terbesar di Afrika.
Di daerah pedesaan, pisang dapat menyumbang hingga 25 persen asupan kalori harian, menurut angka dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB. Di Uganda, konsumsi pisang melekat pada adat dan tradisi setempat. Bagi banyak orang, makan belum lengkap tanpa seporsi matooke, makanan pokok Masyarakat di Kawasan Danau Besar di Afrika Timur.
Ketika memanen pisang, petani akan memenggal batang pohon. Penggalan ini sering kali dibiarkan membusuk di lahan terbuka. Namun, TEXFAD kini memanfaatkan banyak batang pisang yang membusuk itu untuk mengekstrak serat pisang.
Perusahaan pemula yang menggambarkan diri sebagai kelompok pengelola limbah itu kemudian mengubah serat pisang menjadi barang, misalnya pemanjang rambut atau hair extension.
John Baptist Okello, manajer bisnis TEXFAD, mengatakan apa yang dilakukan perusahaannya masuk akal mengingat para petani Uganda “sangat kesulitan” dan negara itu memiliki banyak sekali limbah yang berhubungan dengan pisang.
“…Pisang tumbuh satu kali dan panen satu kali, sehingga setelah dipanen, batangnya menjadi limbah. Kini, karena limbah tersebut, para petani kesulitan menangani limbah ini karena mereka hanya memperoleh penghasilan dari buahnya dan terkadang buah itu dijual sekitar $1 dolar,” jelasnya.
TEXFAD, yang bekerja sama dengan tujuh kelompok petani berbeda di Uganda barat, membayar $2,7 atau sekitar Rp45 ribu per kilogram serat kering. Perusahaan itu juga mengambil bahan mentah dari pihak ketiga, Tupande Holdings Ltd., yang memasok batang-batang pisang dari petani Uganda tengah.
Para pekerja Tupande memilah dan mencari batang pisang yang diinginkan. Mesin-mesin kemudian mengubah serat menjadi benang halus. Ketua tim Tupande, Aggrey Muganga mengatakan, “Kontribusi kami dalam rantai nilai ini adalah kami memberikan tambahan penghasilan kepada petani. Kami mengubah limbah ini menjadi sesuatu yang berharga yang kami jual kepada mitra kami yang juga membuat barang-barang yang dapat mereka jual.”
Ia menambahkan bahwa apa yang mereka lakukan juga membuka lapangan pekerjaan dan berkontribusi pada industrialisasi Uganda dan perbaikan kehidupan masyarakat Uganda. Tupande Holdings Ltd. bekerja sama dengan lebih dari 60 petani yang memasok bahan mentah.
Jumlah tersebut hanyalah sebagian kecil dari jumlah yang tersedia di negara yang memiliki lebih dari satu juta hektar lahan yang ditanami pisang. Produksi pisang di Uganda terus meningkat selama bertahun-tahun, dari 6,5 metrik ton pada 2018 menjadi 8,3 metrik ton pada 2019, menurut angka dari Biro Statistik Uganda.
Di satu pabrik di sebuah desa di luar ibu kota Uganda, Kampala, TEXFAD mempekerjakan lebih dari 30 orang. Mereka menggunakan tangan untuk membuat barang-barang dari serat pisang. Perusahaan itu mengekspor permadani dan kap lampu ke Eropa. Barang-barang seperti itu dimungkinkan karena “serat pisang bisa dihaluskan hingga sehalus kapas,” kata Okello.
Bekerja sama dengan tim peneliti, TEXFAD juga bereksperimen pada kemungkinan pembuatan kain dari serat pisang. Perusahaan ini juga merancang produk ekstensi rambut yang diyakini dapat membantu menghilangkan pasar produk sintetis.
Faith Kabahuma dari program pengembangan pemanjang rambut dari serat pisang di TEXFAD mengatakan, semua produk buatan perusahaannya bisa terurai secara hayati. Pemanjang rambut dari serat pisangnya akan segera dipasarkan.
“Masalahnya dengan serat sintetis, serat ini banyak menyumbat, ke mana pun kita pergi. Bahkan kalau sekarang kita menggali tanah di halaman, kita akan menemukan serat sintetis di mana-mana. Produk itu tidak ramah lingkungan,” kata Kabahuma.
Banyak orang yang bertani pisang, makanan pokok di Uganda, kata Beatrice Namawejje, eksekutif penjualan di TEXFAD. Jadi, ketika mengetahui bahwa mereka bisa mendapatkan lebih banyak manfaat dari pisang, ini menimbulkan kegembiraan karena ternyata ada manfaat lain dari pohon pisang selain menikmati buahnya. [ka/jm]
[ad_2]