[ad_1]
Pada sesi pembukaan, PBB Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, “Hak asasi manusia (HAM) adalah landasan perdamaian. Saat ini, keduanya sedang diserang. Kita bertemu di saat terjadi gejolak bagi dunia kita, bagi manusia, dan bagi hak asasi manusia.”
Guterres menyatakan bahwa krisis HAM semakin memburuk dan dunia menjadi tidak aman setiap harinya.
Hal ini diakibatkan oleh banyaknya kasus pelanggaran HAM oleh pihak-pihak yang sedang berkonflik. Tingginya persoalan HAM dalam lingkup yang lebih lokal juga menjadi sorotan; mulai dari ujaran kebencian, diskriminasi sosial dan retorika kasar, hingga konflik terhadap kemiskinan dan lingkungan.
Guterres menjelaskan bahwa dunia kini memasuki era multipolaritas, tetapi hal ini justru menjadi sebuah kesempatan baru untuk “kepemimpinan dan keadilan di pangggung internasional.”
“Multipolaritas tanpa lembaga multilateral yang kuat adalah resep kekacauan, karena ketegangan semakin meningkat seiring persaingan kekuatan. Aturan dan supremasi hukum kini sedang dirusak,” ujarnya.
Pernyataan Sekjen PBB itu disampaikan dalam sesi terakhir pembukaan sidang ke-55 Dewan HAM PBB yang digelar di Jenewa Swiss hari Senin (26/2). Sidang itu akan berlangsung selama enam pekan ke depan seiring meningkatnya krisis HAM secara global.
Selain Guterres, sejumlah perwakilan negara anggota Dewan HAM PBB juga menyuarakan persoalan serupa.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menyatakan bahwa HAM itu di mana-mana sama dan tidak bergantung pada lokasi geografis.
“Saya ingin tegaskan kepada mereka yang menganggap bahwa menunjukkan pelanggaran HAM adalah campur tangan urusan dalam negeri. Hak asasi manusia bukan persoalan Barat, Utara, Timur atau Selatan; HAM bersifat universal. Mereka tidak dibatasi arah mata angin. HAM tidak bisa dipisahkan,” ujar Baerbock.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal Bin Farhan Al Saud menegaskan perlunya untuk segera menghentikan peperangan di Gaza, berikut proses pendamaian secara jelas dan sah yang melibatkan semua pihak.
Pangeran Faisal pun mengajak untuk menerapkan Resolusi 27-20 Dewan Keamanan PBB agar bantuan dapat masuk ke Gaza, serta mengingatkan hak warga Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri serta sebuah negara yang merdeka.
“Bagaimana kita bisa membicarakan hal ini sementara Gaza diliputi puing-puing? Bagaimana mungkin kita menutup mata sementara warga Gaza terusir dan menjadi sasaran pelanggaran HAM yang paling buruk?” sebutnya.
Selain kasus pelanggaran HAM di Gaza, kasus lain yang menjadi sorotan saat ini di antaranya adalah konflik di Kongo, Myanmar, Ukraina dan Sudan.
Kematian pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny ketika dalam penjara di bawah rezim Presiden Rusia Vladimir Putin juga menjadi perhatian Dewan HAM PBB saat ini, mengingat Rusia adalah anggota permanen dewan keamanan lembaga dunia itu.
Terkait persoalan-persoalan ini, Ketua HAM PBB Volker Türk mengatakan bahwa ada upaya untuk mendelegitimasi pekerjaan PBB dan kredibilitas lembaga itu sendiri beserta institusi terkait lainnya.
PBB disebutnya menjadi “penangkal propaganda manipulatif dan menjadi kambing hitam atas kegagalan kebijakan.” [ti/jm]
[ad_2]