[ad_1]
Warga Swedia merasa terpukul dan marah pada Kamis (11/4), setelah seorang ayah ditembak mati pada siang hari, di depan anak laki-lakinya di pinggiran kota Stockholm. Laporan-laporan media menyebutkan bahwa dia menghadang sekelompok remaja.
Negara di Skandinavia itu mengalami peningkatan kekerasan dalam beberapa tahun terakhir di tengah perseteruan geng-geng kriminal terkait penguasaan pasar narkoba. Pengeboman dan penembakan tercatat setiap pekan.
Geng-geng ini kerap merekrut remaja untuk melakukan kekerasan itu karena mereka tidak dapat dituntut pidana. Sejumlah pelaku kadang baru berusia 12 tahun.
Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, dan pemimpin oposisi Magdalena Andersson, mengunjungi wilayah Skarholmen di pinggiran selatan ibu kota itu pada Kamis malam.
Kawasan ini mengalami sejumlah penembakan dalam beberapa bulan terakhir.
“Kejahatan yang mengancam sistem, yang dihadapi oleh negara kita saat ini, memiliki konsekuensi yang brutal untuk seluruh masyarakat kita yang bebas dan terbuka,” tulis Kristersson dalam sebuah unggahan di Instagram pada Kamis.
“Orang-orang yang memiliki niat kekerasan, tidak seharusnya diperbolehkan mengintimidasi warga yang jujur untuk bungkam,” tambah dia.
“Geng-geng ini, yang benar-benar kejam, tidak akan berhenti sampai kita menghentikan mereka,” kata dia lagi.
Ketua Partai Demokrat Swedia yang antiimigrasi, Jimmi Akesson, mengatakan bahwa “tidak akan cukup hanya mengeluarkan kata-kata tanpa makna, ini adalah waktu bagi Swedia untuk mendeklarasikan perlawanan berskala penuh melawan setiap individu di dalam geng-geng kriminal itu.”
Ayah berusia 39 tahun itu diidentifikasi dalam laporan-laporan media hanya dengan nama Mikael. Ia ditembak di kepalanya di depan anak laki-lakinya pada Rabu malam, sewaktu mereka bersepeda menuju kolam renang.
Dia meninggal pada Kamis pagi, menurut polisi.
Sejumlah media, termasuk jaringan televisi TV4 dan tabloid Expressen serta Aftonbladet, mengatakan bahwa dia ditembak karena melawan geng itu.
Polisi tidak mengonfirmasi laporan-laporan tersebut.
“Dia tidak bisa menerima ketidakadilan. Dan itu mengorbankan nyawanya,” kata saudari Mikael, yang tidak mau memberikan namanya, kepada Expressen.
“Dia orang yang sensitif, dia tidak suka membaca tentang semua peristiwa penembakan itu,” kata dia.
Belum ada penangkapan yang dilakukan dalam kaitannya dengan penembakan itu.
Menurut statistik polisi, 363 penembakan telah dilaporkan tahun lalu dengan 53 korban meninggal, sementara total ada 149 pengeboman yang dicatat.
Kicki, yang sudah tinggal di Skarholmen lebih dari 25 tahun, mengatakan kepada agensi berita TT, bahwa dia takut untuk keluar rumah setelah gelap saat ini. “Ini sangat menyedihkan. Kita ketakutan. Kita hanya ingin berada di dalam rumah. Kita tidak berani untuk pergi keluar,” kata dia.
Penembakan pada Rabu terjadi ketika parlemen Swedia mengadopsi UU baru yang memberikan kewenangan lebih kepada polisi untuk menetapkan wilayah-wilayah, di mana mereka bisa memeriksa orang-orang atau kendaraan, meskipun mereka tidak diduga melakukan satu tindakan kejahatan tertentu.
UU baru ini akan diterapkan mulai 25 April.
Proposal ini menjadi kontroversial. Para pengkritik mengatakan bahwa UU tersebut bertentangan dengan aturan hukum dan bisa mengarah ke diskriminasi. [ns/ka]
[ad_2]