[ad_1]
Perdana Menteri Islandia dan para perempuan di negara kepulauan vulkanik tersebut melakukan mogok pada Selasa (24/10) untuk mendorong diakhirinya kesenjangan upah dan kekerasan berbasis gender. Ribuan perempuan ikut berunjuk rasa Selasa sore.
Tulisan-tulisan bernada protes menohok anggapan bahwa Islandia sudah menjadi surga bagi perempuan. Misalnya, “Kalian menyebut ini kesetaraan gender?”
Serikat pekerja Islandia, penyelenggara utama pemogokan, menyerukan kepada perempuan dan orang-orang nonbiner untuk menolak pekerjaan berbayar dan tidak berbayar, termasuk pekerjaan rumah tangga, pada hari itu. Sekitar 90% pekerja Islandia tergabung dalam serikat pekerja.
Sekolah-sekolah dan sistem kesehatan, yang didominasi tenaga kerja perempuan, mengatakan akan sangat terimbas pemogokan tersebut. Stasiun penyiaran nasional RUV mengatakan pihaknya mengurangi jam siaran TV dan radio pada hari itu.
Pemogokan pada Selasa, yang berlangsung dari tengah malam hingga tengah malam berikutnya, disebut-sebut sebagai aksi terbesar sejak aksi serupa pertama di Islandia pada 24 Oktober 1975. Ketika itu, 90% perempuan menolak bekerja, membersihkan rumah, atau mengasuh anak, untuk menyuarakan kemarahan terhadap diskriminasi di tempat kerja.
Pada 1976, Islandia mengesahkan undang-undang yang menjamin persamaan hak tanpa memandang gender.
Forum Ekonomi Dunia menempatkan Islandia, pulau berpenduduk sekitar 380.000 orang tepat berada di bawah Lingkaran Arktik (Kutub Utara), sebagai negara paling setara gender di dunia selama 14 tahun berturut-turut. Forum itu mengukur gaji, pendidikan, layanan kesehatan, dan faktor-faktor lain.
Belum ada negara yang mencapai kesetaraan penuh. Kesenjangan upah berdasarkan gender masih ditemukan di Islandia. [ka/lt]
[ad_2]