[ad_1]
Tujuh menara batu pasir merah muda menjulang di atas lahan yang dulunya merupakan hamparan gurun tandus yang terletak antara Abu Dhabi dan Dubai, Uni Emirat Arab. Ketujuh menara yang dihiasi dengan patung berbagai dewa itu adalah bagian dari kuil Hindu pertama di Timur Tengah yang dibangun dari batu.
Dibukanya BAPS Hindu Mandir 14 Februari lalu menjadi penanda seberapa jauh Uni Emirat Arab mengakui perbedaan keyakinan yang dianut komunitas ekspatriatnya, yang sejak lama didominasi diaspora India yang menggerakkan perekonomian dan pembangunan di negara itu.
Kuil itu memiliki tujuh menara, sama dengan jumlah emirat di federasi otokratis di Semenanjung Arab itu.
Kuil itu juga merupakan wujud semakin dekatnya hubungan UEA dan India.
Kuil-kuil yang berukuran lebih kecil sudah ada selama puluhan tahun di UEA, tapi tak satu pun yang dibangun dengan teknik tradisional mandir alias kuil Hindu.
Batu-batunya yang diukir saling mengikat satu sama lain, memberi sokongan yang dibutuhkan tanpa perlu bergantung pada balok baja layaknya bangunan modern.
Yogi Trevedi, pakar media dan agama yang tinggal di New York, mengatakan, “Keindahan kuil ini adalah bahwa ia diukir dari berbagai jenis batu. Anda bisa melihat batu pasir merah muda di bagian luar dan marmer di bagian dalamnya. Tidak ada dinding, langit-langit, maupun pilar yang sama persis satu sama lain. Yang membuat ukiran-ukiran ini indah adalah bahwa masing-masing mengandung sebuah pesan, pesan universal yang mengajarkan umat manusia untuk bersatu, hidup bersama, bekerja sama, dan menghormati orang-orang dari latar belakang berbeda.”
Kuil Hindu itu tampak mencolok di daerah Abu Mureikha yang kosong, yang dikenal sebagai tempat seluruh emirat mencapai kesepakatan untuk memiliki kekuatan militer terpadu pada 1976.
Dibangun tak jauh dari jalan raya utama yang menghubungkan Dubai dan Abu Dhabi, kuil itu terbuat dari batu pasir yang diimpor dari negara bagian Rajasthan, India. Di dalamnya, marmer asal Italia berkilauan.
Relief batu mengelilingi sisi eksterior kuil itu, dimulai dari peristiwa pada tahun 1997 di gurun Sharjah ketika seorang pemimpin umat Hindu menyerukan pembangunan sebuah kuil di Abu Dhabi.
Relief terakhir adalah ukiran kecil tulisan UEA, dengan para pemimpin agama berdiri di depan kuil dan Burj Khalifa di Dubai, yang merupakan gedung tertinggi di dunia.
Gajah, kijang, dan hewan lainnya juga terukir di sana.
Selain itu, terdapat simbol-simbol yang berkaitan dengan bangsa Mesir dan Maya kuno, serta arsitektur Islam, agama resmi UEA.
Pihak-pihak yang membangun kuil ini ingin menunjukkan bahwa semua keyakinan disambut baik di kuil itu, di mana umat Hindu dapat berdoa di hadapan dewa-dewa yang mewakili berbagai denominasi Hindu.
Pujya Brahmavihari Swami, salah seorang pemimpin agama Hindu yang mengawasi proses pembangunan kuil itu, mengatakan kepada Associated Press, “Kuil ini mewakili keharmonisan dalam arti sebenarnya.”
Di antara sembilan juta penduduk UEA, India memperkirakan 3,5 juta di antaranya adalah ekspatriat India, menjadikan mereka kelompok masyarakat terbesar di negara tersebut, termasuk warga negara UEA sendiri.
Meski banyak di antara mereka bekerja sebagai buruh berpenghasilan rendah, kini semakin banyak jumlah pekerja kantoran keturunan India di sana.
Narendra Modi membuka peresmian kuil tersebut 14 Februari lalu, menjelang pemilu India, di mana ia diprediksi akan kembali terpilih sebagai perdana menteri untuk ketiga kalinya.
Ia berharap dapat meningkatkan kerja sama bisnis, pertahanan dan budaya sambil memperkuat hubungannya dengan Presiden UEA Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, yang ia panggil ‘saudaranya.’
Pujya Brahmavihari Swami memuji Sheikh Mohammed maupun Modi atas kerja sama keduanya. Ia pun menyebut kuil itu sebagai tanda perdamaian dan harmoni di tengah berbagai kemajuan dunia modern.
Kuil Abu Mureikha adalah satu dari banyak kuil yang dibangun oleh BAPS (Bochasanwasi Shri Akshar Purushottam Swaminarayan Sanstha), sebuah organisasi keagamaan dan sipil global sekte Swaminarayan.
Mereka mengatakan, pembangunan kuil di UEA itu memakan biaya material bangunan hampir $100 juta (sekitar Rp1,5 triliun). Akan tetapi, praktik BAPS bergantung pada tenaga kerja sukarela, yang mengaburkan batasan antara pekerjaan tanpa kompensasi dengan konsep pelayanan tanpa pamrih.
Gugatan perdata AS pada tahun 2021 menuduh adanya kerja paksa, upah rendah dan kondisi kerja yang suram di kuil BAPS di New Jersey. [rd/jm]
[ad_2]