[ad_1]
Komisi Hak-hak Anak PBB menyerukan negara-negara donatur UNRWA untuk mempertimbangkan kembali keputusan penangguhan anggaran bagi badan itu di tengah situasi krisis yang mengancam anak-anak di Gaza. Setiap hari lebih dari 10 anak di Gaza kehilangan salah satu atau kedua kakinya karena terkena bom, sementara 17.000 anak kini hidup sendiri karena kedua orang tuanya tewas atau terpisah dari mereka. Berikut laporannya.
“Sejak konflik berkecamuk empat bulan lalu, setiap hari lebih dari 10 anak di Gaza kehilangan salah satu atau kedua kakinya. UNICEF memperkirakan sedikitnya 17.000 anak hidup sendiri atau terpisah dari orang tuanya. Hampir 1,2 juta anak di Gaza kini membutuhkan dukungan kesehatan mental dan psikososial.”
Inilah petikan pernyataan Ann Skelton, Ketua Komisi Hak-hak Anak PBB, ketika ia berbicara di Jenewa hari Kamis (8/2). Secara blak-blakan ia mengungkapkan kondisi anak-anak di Gaza yang kini hidup dalam ketakutan, kelaparan dan kesakitan.
“Seharusnya tidak boleh ada anak yang hidup dalam ketakutan, kelaparan dan kesakitan. Tetapi hari ini, tidak ada satu anak pun di Gaza yang bebas dari ketakutan, kesakitan dan kelaparan. Malahan, mereka dianggap beruntung jika mampu bertahan hidup dalam perang ini dan berkesempatan tumbuh dewasa,” ujarnya.
PBB: Sedikitnya 27.585 Warga Palestina Tewas, 66.978 Luka-Luka
Ann Skelton menyebut data terbaru PBB yang menunjukkan sedikitnya 27.585 warga Palestina tewas dan 66.978 lainnya luka-luka sejak perang Israel-Hamas tanggal 7 Oktober lalu. Di luar angka itu masih ada lebih dari 7.000 orang yang diperkirakan terkubur di bawah puing-puing reruntuhan bangunan. Banyak dari korban, tambah Ann, adalah anak-anak.
Ironisnya negara-negara donatur justru menangguhkan anggaran mereka bagi UNRWA – badan PBB yang bekerja untuk membantu pengungsi Palestina – setelah Israel menuduh beberapa staf badan itu terlibat dalam serangan ke selatan negaranya pada 7 Oktober lalu.
“Mengingat kebutuhan kemanusiaan yang sangat besar bagi lebih dari 2 juta orang di daerah kantong Gaza, komisi ini mendesak semua negara donor yang menangguhkan pendanaan saat ini atau pendanaan pada masa depan untuk UNWRA agar segera mempertimbangkan kembali keputusan itu dan menyediakan dana yang cukup untuk memastikan agar semua bantuan yang mendesak dapat diberikan kepada semua orang, terutama kepada setiap anak.”
Ann menyebut pentingnya anggaran ini tidak saja untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi, tetapi juga untuk “dukungan psikososial yang masif” bagi anak-anak dan keluarga di Gaza dan bagi anak-anak Israel yang menjadi korban atau menyaksikan serangan yang dilakukan oleh para pejuang militan Palestina di Israel Oktober lalu.
Kepala HAM PBB Kecam Penghancuran Infrastruktur Sipil di Gaza
Dalam kesempatan berbeda, Kepala HAM PBB Volker Türk kembali menyampaikan keprihatinan mendalam terkait begitu luasnya penghancuran yang dilakukan Pasukan Pertahanan Israel terhadap infrastruktur sipil di Gaza.
“Pasukan Pertahanan Israel dilaporkan menghancurkan semua bangunan di Jalur Gaza yang berada dalam jarak satu kilometer dari pagar Israel-Gaza, membersihkan daerah tersebut dengan tujuan menciptakan ‘zona penyangga,” kata Volker Türk.
Dia menekankan kepada pihak berwenang Israel bahwa Pasal 53 Konvensi Jenewa Keempat melarang penghancuran oleh Penguasa Pendudukan terhadap properti milik pribadi, “kecuali jika penghancuran tersebut benar-benar diperlukan oleh operasi militer.”
“Penghancuran yang dilakukan untuk menciptakan zona penyangga untuk tujuan keamanan umum tampaknya tidak konsisten dengan pengecualian ‘operasi militer’ yang sempit yang ditetapkan dalam hukum humaniter internasional. Penghancuran properti yang luas, yang tidak dibenarkan oleh kebutuhan militer dan dilakukan secara tidak sah dan sembrono, merupakan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa Keempat, dan merupakan kejahatan perang.”
Türk mengatakan sejak bulan Oktober lalu kantornya telah menerima laporan tentang penghancuran besar-besaran di Beit Hanoun di Gaza Utara, As Shujaiyeh di Kota Gaza dan Kamp An Nuseirat di Gaza tengah, yang dilakukan tentara Israel tanpa alasan jelas. Ini belum termasuk penghancuran sekolah dan universitas di daerah-daerah yang tidak pernah dilanda pertempuran, atau di mana pertempuran tidak terjadi lagi. Ini, tambahnya, membuat masyarakat yang sebelumnya tinggal di daerah-daerah itu tidak lagi dapat kembali.
Türk mengingatkan pihak berwenang Israel bahwa “pemindahan paksa warga sipil dengan cara seperti ini dapat dianggap sebagai kejahatan perang.”
Belum ada tanggapan dari pihak berwenang Israel atas kedua pernyataan tersebut. [em/ka]
[ad_2]