[ad_1]
Pada saat korban terus bertambah dalam pertempuran antara Israel dan Hamas, kerabat para korban kekerasan yang ada di Amerika Serikat berduka karena kehilangan teman dan orang yang dicintai. Di New York, Aron Ranen berbincang dengan sejumlah orang yang memiliki ikatan dengan keluarga yang terkait konflik.
“Tidak bisa terbayangkan, kan? Dan ini telah menjadi kenyataan bagi kami. Bulan ini terasa seperti tiga bulan panjangnya, dan lagi, rasanya baru kemarin terjadi,” kata Orna Neutra, warga New York.
Kesedihan itu ditimpali Ronen Neutra yang mengatakan bahwa ketidakpastian yang mereka alami dan juga dialami oleh 240 keluarga lain, benar-benar tidak tertahankan.
Keluarga Neutra berharap bahwa Presiden Joe Biden, yang berbicara kepada mereka melalui Zoom, bisa memastikan kembalinya anak lelaki mereka.
“Awalnya, kami diberitahu bahwa dia akan memberi kami waktu sekitar 10-15 menit. Tapi dia menghabiskan lebih dari satu jam bersama kami dan betul-betul menyatakan komitmen penuhnya dan komitmen penuh pemerintahannya untuk membawa masalah ini ke resolusi, dan seperti yang dia katakan, ini menjadi prioritas utamanya,” kata Ronen Neutra.
Sejumlah orang lain di New York juga harus menghadapi masa-masa sulit. Sami Shaban, warga Amerika keturunan Palestina yang menjadi seorang pengacara dan pebisnis dan tinggal di New Jersey, mengatakan bahwa banyak anggota keluarganya yang telah terbunuh dalam penyerbuan Israel ke Gaza dalam beberapa pekan terakhir.
“Ini adalah paman Muhammad, yang meninggal. Ini adalah istrinya, dan ini adalah seluruh keluarga besarnya, ini sepupu saya Abdullah Muhammad. Setiap orang dalam foto ini telah meninggal. Jadi, saya telah kehilangan total 17 anggota keluarga,” ujar Shaban sambal memperlihatkan foto keluarga besarnya.
Shaban percaya, bahwa konflik ini mungkin bisa berlangsung selama bertahun-tahun. “Kematian mengelilingi mereka. Kehancuran, dan tidak mungkin untuk bisa memahami itu. Apa yang terjadi saat ini hanya akan menjadi sesuatu yang kami rasakan untuk 10, 20, 30 tahun,” tambah Shaban.
Lisa Schirch, professor studi perdamaian di Universitas Notre Dame di Indiana, melihat potensi solusi politis untuk konflik yang sudah berlangsung beberapa dekade itu.
“Menjadi kepentingan Israel untuk memastikan bahwa mereka bisa keluar dari krisis dan periode yang mengerikan ini, kita berbelok di tikungan, kita memiliki paradigma baru dalam hubungan Israel dan Palestina, dan bahwa kita tidak membiarkan generasi anak-anak di Gaza tumbuh dengan kemarahan. Kemarahan itu berubah menjadi mimpi buruk pada 7 Oktober dengan kejahatan perang yang tidak dapat dibenarkan dengan dalih kemarahan apapun. Kemenangan untuk setiap pihak adalah solusi politik yang membawa keamanan dan keselamatan sebenarnya bagi warga Israel dan Palestina,” ujarnya.
Sementara itu, keluarga mereka di Amerika Serikat menonton apa yang ada di berita, dan terus menunggu. [ns/lt]
[ad_2]