Dokumen Internal Tunjukkan WHO Bungkam Korban Pelecehan Seksual di Kongo dengan $250

Avatar photo

- Pewarta

Sabtu, 18 November 2023 - 17:49 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dokumen Internal Tunjukkan WHO Bungkam Korban Pelecehan Seksual di Kongo dengan 0

[ad_1]

Awal tahun ini, dokter yang memimpin upaya Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dalam mencegah pelecehan seksual melakukan perjalanan ke Kongo. Lawatan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengatasi skandal seks terbesar dalam sejarah badan kesehatan PBB itu. Skandal pelecehan itu melibatkan lebih dari 100 perempuan lokal yang dilakukan oleh para staf dan lainnya saat wabah Ebola mengancam salah satu negara termiskin di dunia tersebut.

Laporan internal WHO terkait perjalanan Dr. Gaya Gamhewage yang dilakukan pada Maret itu menjelaskan bahwa salah satu perempuan korban kekerasan yang ditemuinya melahirkan seorang bayi yang “cacat perkembangan sehingga memerlukan perawatan medis khusus.” Artinya, ibu muda korban kekerasan tersebut akan membutuhkan biaya yang lebih besar.

Untuk membantu korban seperti dia, WHO mengalokasi dana sebesar $250 per orang untuk 104 perempuan di Kongo yang mengatakan bahwa mereka telah dilecehkan atau dieksploitasi secara seksual oleh pejabat yang berupaya menghentikan wabah Ebola. Ironisnya, angka tersebut jauh dari anggaran satu hari pejabat PBB yang bekerja di ibu kota Kongo – dan $19 lebih besar dari jumlah yang diterima Gamhewage per hari selama kunjungan tiga harinya – menurut dokumen internal yang diperoleh The Associated Press.

Petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri memulai giliran kerja mereka di pusat pengobatan Ebola di Beni, Kongo. (Foto: AP)

Jumlah tersebut mencakup biaya hidup selama kurang dari empat bulan di negara di mana, menurut dokumen WHO, banyak orang bertahan hidup hanya dengan pendapatan kurang dari $2,15 per hari.

Pembayaran kepada perempuan korban pelecehan itu tidak diberikan secara cuma-cuma. Untuk dapat menerima uang tunai itu, mereka diharuskan menyelesaikan kursus pelatihan yang dimaksudkan untuk membantu mereka memulai “kegiatan yang menghasilkan pendapatan.”

Bantuan tersebut tampaknya merupakan upaya untuk mengelak dari kebijakan PBB yang melarang pembayaran reparasi dengan menyertakan dana tersebut dalam apa yang mereka sebut sebagai “paket dukungan lengkap.”

Banyak perempuan Kongo yang mengalami pelecehan seksual masih belum menerima bantuan apa pun. WHO mengatakan dalam sebuah dokumen rahasia pada bulan lalu bahwa sekitar sepertiga dari korban yang diketahui “tidak mungkin ditemukan.” WHO mengatakan belasan perempuan menolak tawaran tersebut.

Dr Gaya Gamhewage, Direktur WHO, Pencegahan dan Respons terhadap Pelecehan Seksual, berbicara pada Majelis Kesehatan Dunia ke-76 di Jenewa, Swiss, 25 Mei 2023. (Foto: via AP)

Dr Gaya Gamhewage, Direktur WHO, Pencegahan dan Respons terhadap Pelecehan Seksual, berbicara pada Majelis Kesehatan Dunia ke-76 di Jenewa, Swiss, 25 Mei 2023. (Foto: via AP)

Total $26.000 yang diberikan WHO kepada para korban setara dengan 1 persen dari $2 juta, “dana bantuan penyintas” yang dialokasikan WHO untuk para korban pelecehan seksual, terutama di Kongo.

Dalam wawancara, para penerima bantuan mengatakan kepada AP bahwa uang yang mereka terima tidaklah cukup. Namun mereka lebih menginginkan keadilan.

Paula Donovan, yang ikut memimpin kampanye Code Blue untuk menghilangkan impunitas atas pelanggaran seksual di PBB, menggambarkan pembayaran WHO kepada korban pelecehan dan eksploitasi seksual itu sebagai hal yang “sesat.”

“Bukan hal yang aneh bagi PBB untuk memberikan dana awal kepada masyarakat sehingga mereka dapat meningkatkan kehidupan mereka. Namun menggabungkannya dengan kompensasi atas kekerasan seksual, atau kejahatan yang mengakibatkan kelahiran bayi, adalah hal yang tidak terpikirkan,” katanya.

Petugas kesehatan yang mengenakan pakaian pelindung merawat korban Ebola yang disimpan di tenda isolasi di Beni, Republik Demokratik Kongo, pada Sabtu, 13 Juli 2019. (Foto: AP)

Petugas kesehatan yang mengenakan pakaian pelindung merawat korban Ebola yang disimpan di tenda isolasi di Beni, Republik Demokratik Kongo, pada Sabtu, 13 Juli 2019. (Foto: AP)

Mewajibkan perempuan untuk mengikuti pelatihan sebelum menerima uang tunai menimbulkan kondisi yang tidak nyaman bagi korban kejahatan yang mencari bantuan, tambah Donovan.

Kedua perempuan yang bertemu dengan Gamhewage mengatakan kepadanya bahwa yang paling mereka inginkan adalah “para pelakunya diadili sehingga mereka tidak dapat merugikan orang lain,” demikian isi dokumen WHO.

“Tidak ada yang bisa kami lakukan untuk menebusnya (pelecehan dan eksploitasi seksual),” kata Gamhewage kepada AP dalam sebuah wawancara.

WHO mengatakan kepada AP bahwa kriteria untuk menentukan “paket korban yang selamat” mencakup biaya makanan di Kongo dan “panduan global untuk tidak memberikan uang tunai lebih dari jumlah yang wajar bagi masyarakat, agar penerima tidak terkena dampak yang lebih buruk. ” Gamhewage mengatakan WHO mengikuti rekomendasi yang ditetapkan oleh para ahli di badan amal lokal dan badan-badan PBB lainnya.

“Jelas, kami belum berbuat cukup banyak,” kata Gamhewage. Dia menambahkan WHO akan menanyakan secara langsung kepada para penyintas apa dukungan lebih lanjut yang mereka inginkan.

WHO juga telah membantu membiayai biaya pengobatan untuk 17 anak yang lahir akibat eksploitasi dan pelecehan seksual, katanya.

Setidaknya seorang perempuan yang mengaku dieksploitasi secara seksual dan dihamili oleh seorang dokter WHO menegosiasikan kompensasi yang disetujui oleh pejabat badan tersebut, termasuk untuk mendapatkan sebidang tanah dan layanan kesehatan. Dokter tersebut juga setuju untuk membayar $100 per bulan sampai bayi tersebut lahir dalam kesepakatan “untuk melindungi integritas dan reputasi WHO.”

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Namun dalam wawancara dengan AP, perempuan lain yang mengatakan bahwa mereka dieksploitasi secara seksual oleh staf WHO menyatakan bahwa lembaga tersebut belum berbuat cukup.

Shekinah berdiri di dekat rumahnya di Beni, Kongo timur. Dokumen internal yang diperoleh AP menunjukkan bahwa WHO $250 kepada setidaknya 104 perempuan di Kongo yang dilecehkan atau dieksploitasi secara seksual oleh petugas tanggap wabah Ebola. (Foto: AP)

Shekinah berdiri di dekat rumahnya di Beni, Kongo timur. Dokumen internal yang diperoleh AP menunjukkan bahwa WHO $250 kepada setidaknya 104 perempuan di Kongo yang dilecehkan atau dieksploitasi secara seksual oleh petugas tanggap wabah Ebola. (Foto: AP)

Alphonsine, 34 tahun, mengatakan dia dipaksa berhubungan seksual dengan pejabat WHO sebagai imbalan atas pekerjaan sebagai pekerja pengendalian infeksi di tim tanggap Ebola di Kota Beni, Kongo timur. Wilayah tersebut merupakan pusat wabah pada 2018-2020.

Alphonsine membenarkan bahwa dia telah menerima $250 dari WHO. Namun badan tersebut mengatakan kepadanya bahwa dia harus mengikuti kursus membuat kue untuk mendapatkannya.

“Uang memang membantu pada saat itu, tapi itu tidak cukup,” kata Alphonsine. Dia berkata bahwa dia kemudian bangkrut dan lebih memilih menerima sebidang tanah dan cukup uang untuk memulai bisnisnya sendiri.

Untuk staf WHO yang bekerja di Kongo, tunjangan harian standar berkisar di angka $144 hingga $480. Gamhewage menerima $231 per hari selama tiga hari perjalanannya ke Ibu Kota Kongo, Kinshasa, menurut klaim perjalanan internal.

Dokumen internal menunjukkan bahwa biaya staf menghabiskan lebih dari setengah $1,5 juta yang dialokasikan WHO untuk pencegahan pelanggaran seksual di Kongo pada 2022-2023, atau $821.856. Sementara 12 persen lainnya digunakan untuk kegiatan pencegahan dan 35 persen, atau $535.000, untuk “dukungan bagi korban,” yang menurut Gamhewage mencakup bantuan hukum, transportasi, dan dukungan psikologis. Anggaran tersebut terpisah dari dana bantuan penyintas sebesar $2 juta, yang membantu para korban secara global.

Kantor WHO di Kongo memiliki total alokasi anggaran sekitar $174 juta, dan penyandang dana terbesarnya adalah Bill & Melinda Gates Foundation. [ah/ft]

[ad_2]

Berita Terkait

Taufiq Hermawan alias Altaf Vicko Jadi Tersangka, Selebgram Shahnaz Anindya Alami KDRT Psikis dari Suaminya
Kasus Siskaeee Dkk, Polda Metro Limpahkan Berkas 12 Orang Tersangka Produksi Film Porno ke Kejati DKI
Paus akan ke Indonesia, Singapura, Timor-Leste, Papua Nugini pada 2-13 September
Lindungi Remaja dan Lawan “Sextortion,” Instagram Buat Fitur Baru yang Kaburkan Konten “Telanjang”
Wadah Makanan Ramah Lingkungan Bantu Tekan Polusi Plastik
Gereja Katolik Portugal Setujui Kompensasi Korban Pelecehan Seksual
Protes di Swedia pasca Penembakan oleh Geng Remaja
Hidangan Lebaran di Turki yang Ramah Diabetes

Berita Terkait

Selasa, 10 Desember 2024 - 10:44 WIB

BNN Lakukan 3 Kali Tes Narkoba Wakil Bupati Maros Suhartina Bohari, Hasilnya Dipastikan Positif Narkoba

Minggu, 8 Desember 2024 - 15:22 WIB

Kasus Dugaan Penggelapan Dana oleh Managemennya, Artis Cantik Wika Salim Datangi Polda Metro Jaya

Selasa, 26 November 2024 - 08:59 WIB

Begini Respons Ririe Farius yang Fokus ke Masa Depan Soal Mantan Suami Menikah dengan Nissa Sabyan

Rabu, 16 Oktober 2024 - 13:00 WIB

Series Terbaru Berjudul ‘Waktu yang Terhenti’, Aktor Bram Wicaksana Berbagi Cerita Soal Perannya

Selasa, 1 Oktober 2024 - 19:12 WIB

Soal Sikap Skeptis Masyarakat Terhadap DPR yang Berasal dari Kalangan Artis, Ini Tanggapan Uya Kuya

Selasa, 1 Oktober 2024 - 15:59 WIB

Usai Mangkir dengan Alasan Sakit, Vadel Badjideh Ditunggu Polisi pada Jumat Ini di Polda Metro Jaksel

Selasa, 1 Oktober 2024 - 10:13 WIB

Usai Difitnah Selingkuh, Penyanyi Cantik Mahalini Raharja Akhirnya Buka Suara Tentang Perasaannya

Minggu, 29 September 2024 - 08:58 WIB

Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba, Polisi Tangkap Tangkap Artis dan Pemain Film Andrew Andika

Berita Terbaru