[ad_1]
Mahkamah Agung Rusia memutuskan bahwa aktivis LGBTQ harus ditetapkan sebagai “ekstremis.”
Perwakilan kelompok gay dan transgender khawatir keputusan yang diterbitkan pada hari Kamis (30/11) akan berujung pada penangkapan dan tuntutan hukum terhadap mereka yang berbicara lantang membela komunitasnya.
Wartawan Reuters di Mahkamah Agung Rusia mendengar bahwa pengadilan tertinggi itu mengumumkan persetujuannya pada permohonan kementerian kehakiman untuk mengakui apa yang mereka sebut “gerakan sosial LGBT internasional” sebagai ekstremis dan melarang kegiatannya.
Aktivis seperti Alexei Sergeyev, yang berbicara kepada Reuters pada Sabtu (25/11) lalu, menganggap keputusan itu tak terhindarkan.
Ia mengatakan, keputusan itu akan melucuti dukungan bagi banyak masyarakat LGBT.
“…Banyak kegiatan yang ditujukan untuk mendukung komunitas itu, baik bantuan psikologis, bantuan hukum, perlindungan orang, kegiatan ini semacam pertemuan di mana Anda bisa tinggal duduk sambil minum teh. (Mulai sekarang) semua kegiatan ini akan dilakukan diam-diam dan saya yakin bahwa, sayangnya, akan ada banyak orang yang tidak dapat menerima bantuan. Mereka bisa melakukan bunuh diri atau berakhir dalam kondisi yang buruk, lebih sering minum (alkohol) dan merokok, dan seterusnya, berusaha melarikan diri dari kenyataan ini.”
Keputusan itu menjadi bagian dari sebuah pola di mana terjadi peningkatan tindakan pembatasan terhadap bentuk ekspresi orientasi seksual dan identitas gender di Rusia.
Tindakan yang dimaksud termasuk undang-undang yang melarang promosi hubungan seksual “non-tradisional” dan larangan melakukan perubahan gender, baik secara hukum maupun medis.
Presiden Rusia Vladimir Putin, dengan dukungan Gereja Ortodoks, telah sejak lama memproyeksikan negaranya sebagai penjaga nilai-nilai moral tradisional.
Hal itu kontras dengan masyarakat Barat yang ia gambarkan sebagai masyarakat yang mengalami kemerosotan karena menoleransi “parade gay” dan menerima “lusinan jenis gender.”
Lebih dari 100 kelompok dilarang di Rusia dan dicap sebagai “ekstremis.”
Kelompok yang lebih dulu digolongkan sebagai ekstremis antara lain gerakan keagamaan Saksi Yehuwa (Jehovah’s Witnesses) dan organisasi yang terkait dengan politikus oposisi Alexei Navalny, yang menjadi awal terjadinya aksi penangkapan. [rd/lt]
[ad_2]