[ad_1]
Komarudin Rahmat kini memilih untuk tidak mengonsumsi makanan berlemak sejak dia pulih dari stroke. Pria berusia 69 tahun itu mengalami serangan pecah pembuluh darah pada 16 September 2012 yang membuatnya dirawat di rumah sakit selama sembilan hari.
“Kondisi ketika pulang dari rumah sakit sangat buruk. Tangan dicubit tidak terasa, kaki dicubit tidak terasa, bahkan dibakar korek api tidak terasa. Sangat buruk, lumpuh sebagian, semua serba dibantu,” tutur Komarudin Rahmat dalam Temu Media Hari Stroke Sedunia di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Jumat (27/10).
Selama enam bulan kemudian dia menjalani perawatan jalan dan memeriksakan perkembangan kesehatan secara rutin ke dokter serta mengonsumsi berbagai macam obat-obatan. Selain itu, dia juga mencari berbagai literatur untuk memahami penyakit stroke dan cara pencegahannya yaitu dengan menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh seperti daging merah, kuning telur, mentega, santan.
“Itu saya dapatkan. Saya baca dari buku-buku kesehatan sehingga saya berkesimpulan bahwa lebih baik saya tidak mengkonsumsi makanan yang menyebabkan kental darah daripada saya minum obat pengencar darah,” jelas Komarudin yang secara disiplin mengontrol pola makan.
Kini Komarudin mengatakan kondisinya sudah membaik sekitar 90 persen.
Penyebab Stroke
Dokter Mohammad Kurniawan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia mengatakan stroke adalah masalah kesehatan yang cukup serius. Stroke terjadi ketika muncul gejala-gejala gangguan syaraf bisa berupa kelumpuhan separuh badan, berbicara cadel secara mendadak, bahkan gangguan kesadaran karena masalah pada pembuluh darah di otak yang tersumbat atau pecah pembuluh darah.
“Pembuluh darah ini ibaratnya adalah suatu tabung yang mengalirkan darah yang berisi oksigen dan makanan. Ketika dia tersumbat, maka jaringan otak mengalami kematian. Stroke bisa merupakan akibat dari pembuluh darah di otak pecah. Ini juga sangat berbahaya, bahkan umumnya lebih berbahaya daripada stroke sumbatan, dan bahkan dapat mengakibatkan kematian,” kata Mohammad Kurniawan dalam kegiatan yang sama.
Menurutnya, upaya pencegah stroke dapat dilakukan dengan memeriksa kesehatan secara rutin, tidak merokok, rajin beraktivitas, diet seimbang, istirahat yang cukup dan mengelola stres.
Lalu bagaimana bila sudah terlanjur muncul gejala atau terkena stroke?
Dalam situasi ini, Mohammad Kurniawan menyarankan penting kemampuan untuk mengenali gejala dan tanda stroke karena stroke harus ditangani dengan segera. Keterlambatan mengenali gejala akan berakibat kematian jaringan otak yang semakin lama semakin luas sehingga kemudian pasien bisa terancam meninggal dunia atau bahkan bisa mengalami kecacatan.
“Jadi kalau ada salah satu dari gejala senyum yang tidak simetris, gerak separuh badan anggota tubuh melemah tiba-tiba, atau bicara pelo atau tiba-tiba jadi nggak ngerti pembicaraan atau nggak bisa bicara, kebas separuh badan, gangguan penglihatan, atau sakit kepala yang hebat luar biasa, satu saja dari gejala ini maka segera ke rumah sakit,” tegas Mohammad Kurniawan.
Dia mengingatkan dalam waktu kurang dari dua jam, seseorang yang terkena stroke harus segera dibawa ke rumah sakit untuk segera ditangani.
Penyebab Disabilitas Nomor 1
Secara global, stroke menjadi penyebab disabilitas nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah penyakit jantung dan kanker baik di negara maju maupun berkembang.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, Eva Susanti mengatakan berdasarkan data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) pada 2019 menunjukkan stroke sebagai penyebab kematian utama yaitu 19,42 persen dari total kematian di Indonesia.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 7 per seribu penduduk pada 2013 menjadi 10,9 per seribu penduduk.
“Dari sisi pembiayaan, stroke menjadi penyakit katastropik dengan pembiayaan terbesar ketiga setelah penyakit jantung dan kanker yaitu sekitar Rp 3,23 triliun pada 2022 dan jumlah ini meningkat jika dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp 1,91 triliun dari data BPJS kita kutip tahun 2022,” jelas Eva Susanti.
Penyakit katastropik adalah penyakit yang mengancam nyawa dan membutuhkan biaya pengobatan yang besar serta proses penyembuhan yang lama.
Peringatan Hari Stroke Sedunia 2023, menurut Eva, mengajak masyarakat untuk mengenali gejala dan mengendalikan faktor risiko stroke. Sebanyak 90 persen kasus stroke dapat dicegah apabila kita dapat mengendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, merokok, diet yang tidak sehat dan kurang aktivitas fisik. [yl/ft]
[ad_2]