[ad_1]
Israel menerapkan versi apartheid yang lebih ekstrim di wilayah Palestina dibandingkan yang diterapkan di Afrika Selatan sebelum tahun 1994, kata Pretoria kepada Mahkamah Internasional, Selasa (20/2).
“Kami sebagai warga Afrika Selatan menyaksikan, mendengar, dan merasakan secara mendalam kebijakan dan praktik diskriminatif tidak manusiawi yang dilakukan oleh rezim Israel sebagai bentuk apartheid yang lebih ekstrem yang dilembagakan terhadap warga kulit hitam di negara saya,” kata Vusimuzi Madonsela, Duta Besar Afrika Selatan untuk Belanda, tempat Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) bermarkas.
Lima puluh dua negara menyatakan sikap di ICJ diminta memberikan “opini” yang tidak mengikat mengenai implikasi hukum dari pendudukan Israel di wilayah Palestina. Langkah ini belum pernah terjadi sebelumnya
“Jelas bahwa pendudukan ilegal Israel juga dilakukan sebagai pelanggaran terhadap kejahatan apartheid… Hal ini tidak dapat dibedakan dari kolonialisme pada pemukim. Apartheid Israel harus diakhiri,” kata Madonsela.
Dia mengatakan Afrika Selatan mempunyai “kewajiban khusus” untuk mengutuk apartheid di mana pun hal itu terjadi dan memastikan hal itu “segera diakhiri.”
Kasus ini terpisah dari kasus penting yang diajukan oleh Pretoria terhadap Israel atas dugaan genosida dalam serangan Israel di Gaza saat ini.
Dalam kasus itu, ICJ memutuskan bahwa Israel harus melakukan segala dayanya untuk mencegah tindakan genosida di Gaza dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan.
Sidang dimulai pada hari Senin dengan kesaksian selama tiga jam dari para pejabat Palestina, yang menuduh penjajah Israel menjalankan sistem “kolonialisme dan praktik apartheid”.
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki mendesak para hakim untuk menyerukan diakhirinya pendudukan “segera, secara total dan tanpa syarat”.
ICJ menyidangkan perselisihan antar negara. Namun, badan dunia itu juga diminta untuk memberikan pendapat hukum mengenai suatu topik hukum internasional.
Israel tidak mengikuti sidang itu, tetapi mengirimkan pernyataan tertulis yang menggambarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke pengadilan itu “merugikan” dan “tendensius.”
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa konflik tersebut harus diselesaikan melalui negosiasi, dan bahwa kasus yang mulai disidangkan pada hari Senin itu “bertujuan untuk merugikan hak Israel untuk membela diri dari ancaman nyata.” [lt/ns]
[ad_2]